Pohon Kata Bernama Anjing

 


Ada satu pohon namanya anjing. Darinya ada dahan namanya anjir serta ranting namanya anjay. Mana yang sangat setia serta purba? Anjir serta anjay bisa tiba serta pergi, anjing akan ada serta setia.

Bermain Togel Untuk Melatih Daya Hitung

Saya cukup kaget ketika ketahui jika Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Minggu (30/8/2020), mengatakan larangan memakai kata "anjay". Saya kaget sebab kata anjay, dalam launching yang tersebar luas di sosial media, diindikasikan bisa merendahkan martabat manusia. Bertambah kaget lagi sebab pemakai kata anjay bisa dikenakan pidana.


Baik. Perkenankan saya membuat pernyataan dahulu. Pertama, saya tidak senang dengan larangan kata anjay. Mengapa? Minimal ada 69 lema dalam KBBI V yang termasuk macam kasar. Itu baru yang berada di dalam KBBI, belum terhitung yang berubah di golongan pemakai bahasa Indonesia. Mengapa hanya anjay yang dilarang bila dasar pelarangannya ialah perendahan martabat manusia?


Ke-2, saya tidak sepakat pada larangan kata anjay. Mengapa? Itu tindakan percuma. Sia-sia. Tanpa buat. Percuma sebab tidak mengakhiri permasalahan perisakan serta penghinaan pada beberapa anak. Sia-sia sebab perundung dapat mengganti kata anjay dalam kata lainnya. Tanpa buat sebab sebetulnya yang perlu dilaksanakan ialah cari langkah untuk hentikan rutinitas merundung.


Lagi juga, apa salah anjing, anjir, serta anjay? Anjing itu binatang yang lucu, menggemaskan, serta setia. Justru ada anjing yang bertambah rindu dibandingkan manusia. Ada pula yang kesetiaannya melebihi kesetiaan manusia. Hachiko, contohnya. Saya sebatas memberi satu contoh.


Dokumen Olah Pribadi Agar Sahabat Pembaca tidak berburuk kira atas dua pernyataan saya di atas, berikut saya uraikan fakta saya dengan cara jelas.


Asu. Babi. Bajing. Bangsat. Buaya. Bulus. Cebong. Celeng. Curut. Jangkrik. Kadal. Kambing. Kampret. Kebo. Lintah. Monyet. Udang. Ular. Itu semua nama binatang yang seringkali dipinjam manusia untuk mengumpat. Itu semua kasar bila konteksnya ialah membuat seseorang tersinggung, lalu sakit hati, lalu martabat orang yang tersinggung itu berasa direndahkan.


Bahlul. Bebal. Bego. Beloon (bloon). Bodoh. Bolot. Buta. Cetek. Congek. Culun. Dongok. Dungu. Goblok. Idiot. Kopet. Najis. Pandir. Kikir. Pilon. Plonga-plongo. Tolol. Tuli. Itu semua kata karakter yang seringkali dipakai oleh manusia untuk mengejek. Itu semua kasar bila konteksnya ialah membuat seseorang geram, lalu makan hati, lalu derajat orang yang geram itu berasa direndahkan.


Bacot. Perlu. Cangkem. Congor. Cukimai. Kontol. Lambe. Ndas. Memek. Mulut. Pelir (peler). Tempik. Titit. Itu semua nama anggota badan yang seringkali digunakan oleh manusia untuk memaki. Itu semua kasar bila konteksnya ialah membuat seseorang meradang, lalu memendam sakit hati, lalu harkat orang yang meradang itu berasa direndahkan.


Cuma sebegitu? O, tidak. Manusia itu berakal jadi tentu banyak akal untuk menumpahkan rasa sebal yang berkecamuk di dada. Bapakmu, contohnya, dapat berkonotasi umpatan bila diujarkan untuk pernyataan kejengkelan, kedongkolan, atau kemarahan. Begitupun dengan ibumu.


Malah, juga manusia seringkali meledakkan kemarahannya dengan membawa-bawa makhluk halus. Setan lu, contohnya. Fundamen iblis, contohnya lagi. Secara singkat, manusia tidak stop memberi kepuasan dahaga atas kemarahannya melalui pemakaian cacian serta umpatan. Tidak. Kata ini dilarang, manusia gunakan kata itu.


Postingan populer dari blog ini

Individual center tissues that can easily produce cardiomyocytes in society

Peregrine chicks fledge on Ely Basilica roofing system survive on video cam

strongman policy. Columbia Educational